Senin, April 07, 2008

Pada  bulan  lalu  saya  menghadiri  suatu  seminar  gratis  yang  diselenggarakan  oleh  Bisnis Indonesia tentang Web 2.0.   Sebelumnya saya tidak mengerti apa-apa tentang web dan saya
kira disini akan diajarkan cara membuat web. Ternyata dugaan saya salah, Web 2.0 ini adalah
web   dengan  konsep  2  arah   dimana   antara   pemilik   dan   pengguna   web   dapat    saling  
berinterakif dalam webya. Alhasil kita dapat aktif turut serta mengisi web tersebut. 
Konsep  ini sudah dikenal diluar negeri terutama di Amerika Serikat dan  kedepan semua web akan  menggunakan konsep ini.  Di Indonesia antara  lain adalah friendster.  Dalam konsep ini diharapkan terjadi traffic yang tinggi sehingga dapat memancing orang untuk memasang iklan. Misal  dalam  web  kita  yang dikedepankan  tentang  permasalah  seputar olahraga  sepakbola,
maka  isi dari web kita adalah tentang tulisan-tulisan pengunjung web seputar  sepakbola yang tentunya  telah disaring  terlebih dahulu kelayakan tulisan tersebut untuk tampil. Orang  yang suka  sepakbola tentu  akan  mengunjungi  web  kita jika   memang berbobot  tulisannya.  Wah
hebat juga ya konsep tersebut karena selama ini kebanyakan web hanya mengenal konsep 1.0. Si   punya  web  memasang  tulisan  atau  iklan  sementara  pembaca  tidak  bisa  mengisi  atau berinteraktif dengan web kita.
Sebetulnya dalam seminar ini kita diajak bersama-sama untuk membuat web tersebut tapi apa
daya saya tidak dapat berbuat apa-apa (dasar gaptek).

Kamis, Februari 07, 2008

Mampir ke rumah teman seorang pedagang kecil ATK Pasar Pagi Lama

Suatu hari ketika saya sedang berbelanja di kota untuk keperluan warung atk, saya menyempatkan diri untuk menerima tawaran teman yang menjual kebutuhan warung saya itu main kerumahnya. Teman saya ini seumur dengan saya pernah berkerja di Bank BCA, lulusan salah satu perguruan tinggi swasta terkenal di jakarta tapi dia lebih senang untuk menjalani kehidupan seperti sekarang ini. Dia sudah berjualan cukup lama di Pasar pagi lama ini, menempati kios ukuran 2 x 2 meter bersebelahan dengan kios ibunya yang sudah tua dan terlihat hanya menemani saja karena lebih berkesan sebagai gudang. Dengan tempat jualan yang sangat berdesak-desakan dan hanya dapat melayani 1 atau 2 orang pembeli saja karena apabila ada pembeli lain mesti antri, tanpa rolling door, tanpa AC, dengan baju seadanya dan tanpa design toko yang wah seperti layaknya di mall. Saya sedikit underestimate dengan teman saya tersebut. Terbersit dalam hati tentunya kehidupan saya akan lebih baik daripada dia karena status saya yang telah bekerja lebih dari 15 tahun. Setelah menunggu beberapa saat teman saya menutup tokonya mulailah kami berjalan kaki menelusuri jalan-jalan yang kecil berkelok-kelok karena memang tokonya tak jauh dari tempat tinggalnya. Setelah kira-kira 10 menit berlalu akhirnya sampailah kami dirumahnya. Tertegun saya kala itu melihat ruko dengan ukuran yang cukup lumayan besar 3 lantai menjulang. Karena memang ruko tersebut tidak digunakan berjualan terlihat dilantai bawah sebuah avanza dengan plat yang masih baru bertengger. Setelah memasuki rumahnya ayahnya menyambut kami dengan hangat dan ibunya menawarkan beberapa makanan kepada saya. Sambil memakan makanan pemberian ibunya saya memperhatikan sekeliling keadaan rumah teman saya tersebut. Di ruang bawah terdapat tv 29 inch dengan fasilitas tv kabel sehingga mampu untuk menangkap siaran luar negeri serta adanya pendingin udara di ruangan tersebut menambah kenyamanan saya bertamu dirumahnya. Tak terasa obrolan pun terjadi dengan hangatnya. Sekilas terpikir dalam benak saya ternyata seorang pedagang kecil di tempat yang kecil di Pasar Pagi Lama dapat hidup dengan layaknya bahkan lebih layak dari saya, pantas dia enggan untuk terus bekerja di BCA. Berapa omset penjualannya yang kebanyakan membeli dengan grosir dengan keuntungan berkisar 5-10 persen saja? Wah suatu perjalanan dan pengalaman berharga bagi saya untuk lebih memahami dan belajar tentang seluk beluk perdagangan yang dilakukan oleh pedagang kecil ini. Mudah-mudahan membuka matahati saya untuk tidak menganggap remeh mereka dan terlalu mengagung-agungkan status diri saya sebagai seorang karyawan.